Datang dengan senyum dan salam kepalan tinju ia menyapa kami, yang sedari tadi menikmati kopi di depan meja bar.
Suaranya lirih, tidak lantang seperti kebanyakan barista yang ekspresif dan ramai. Pembawaannya kalem, seperti menyembunyikan gairahnya yang menggebu pada dunia kopi dan profesinya sebagai barista.
I Made Sumardana, tapi lebih sering dipanggil Bontek, beringsut menuju belakang meja bar dan sigap memeriksa mesin espresso, grinder, dan beberapa perangkat kerjanya. Ia bekerja nyaris tanpa suara.
“Sudah nyobain kopi apa?” tanyanya.
Sambil mengacungkan jempol saya menunjuk Kopi Arca Ulian, Kintamani yang berada di antara jajaran pouch aneka kopi di atas meja display.
“Ini enak sekali. Saya sudah main ke kebunnya tahun lalu,” jawabku.
“Mau coba espresso blend punya kita?” Bontek menawarkan sembari sigap meletakkan porta filter di mulut mesin grinder. Desing suara biji kopi dilumat bilah bur terdengar halus.
Sejurus kemudian ia sudah memasang porta filter pada group head mesin espresso besar yang terpajang kokoh di atas meja bar. Beberapa detik kemudian kemilau krema tebal mengucur ke dalam gelas mungil, melapisi ekstrak kopi kental yang menggoda.
Ia menyodorkan gelas espresso dan sendok kecil untuk mengaduk.
“Cobain, ini house blend coffee kita di sini,” ujarnya lagi.
Saya mencicipnya. Ini espresso yang sangat balance. Rasa asam dan manisnya menemani pahit kopi menggelontor lembut menelusuri rongga mulut hingga kerongkongan. Racikan kopi yang dibuat dengan sentuhan cita rasa tinggi seorang ahli kopi.
“Ini blend dari beans Arabica yang proses pascapanennya berbeda,” ujar Bontek, sembari menghentak porta filter ke dalam knock box, membersihkan dari ampas kopi sisa ekstraksi.

Bekerja dengan Gembira
Februari memang terhitung musim penghujan, namun awan putih yang tebal belum cukup matang untuk menabur butiran air. Panas bumi dan pancaran sinar mentari justru terjebak di bawah awan, tak banyak menyisakan celah memantulkan panasnya. Ubud terasa begitu gerah.
Hari ini Bontek kebagian tugas shift siang di Flock, coffee shop tempatnya bekerja. Artinya, mulai berada di balik bar pukul 12.00 hingga 20.00 nanti malam. Meski menempuh perjalanan 40 km di cuaca yang gerah dari Nusa Dua ke tempat kerjanya di Ubud, ia tak terlihat letih. Setiap hari ia mesti memacu sepeda motor selama satu jam lebih dari rumah ke tempat kerja.
“Di sini, barista diberi kesempatan untuk bereksperimen, bahkan didorong untuk punya inovasi supaya terus berkembang,” ujarnya dengan nada antusias.
Pantas saja Bontek bekerja penuh kegembiraan. Sorot mata dan raut muka pria kelahiran 16 Desember 1995 ini tampak bersemangat.
Ini adalah coffee shop tempat kerjanya yang paling lama sejak ia mengawali profesinya sebagai barista. Setidaknya sudah hampir 4 tahun ia bekerja di sini.
Awal Bontek Menjadi Barista
Mengawali profesi barista di coffee shop Starbucks, 2015, Bontek bekerja hanya berbekal kesukaannya pada kopi. Jangankan membuat latte art, menu kopi di coffee shop yang cukup sering dia minum hanya Americano.
“Waktu itu, di Starbucks, barista tidak diwajibkan bisa membuat latte art,” tuturnya. Bahkan, saat ia mulai bekerja di sana, tak seorang pun barista yang bisa membuat latte art.
Padahal, ia tertarik pada profesi itu sejak menyaksikan aksi barista membuat latte art di salah satu coffee shop di Ubud, tempatnya beberapa kali nongkrong sepulang sekolah. Maka di benaknya, barista mesti bisa membuat latte art.
Meski di Starbucks ia tak menjumpai barista yang punya keahlian latte art, tak membuatnya surut semangat. Ia berinisiatif mencari tahu dari berbagai tutorial di Youtube.
“Saya beli sendiri milk jug untuk bisa belajar latte art,” ujarnya.
Ia disiplin dengan tekadnya. Setiap kesempatan ia mencoba mempraktikan tutorial yang banyak ditemukan di Youtube. Hingga akhirnya ia menjadi satu-satunya barista di Starbucks yang bisa membuat latte art. Bahkan rekan-rekannya menjadikannya mentor untuk melatih sesama barista.
Ikut Kompetisi Barista
Untuk mengukur kemampuannya sebagai barista, Bontek memberanikan diri mengikuti kompetisi barista di Ubud. Tak disangka ia terpilih sebagai juara.
Karena prestasinya itu ia memperoleh promosi sebagai supervisor di Starbuck.
“Setelah jadi supervisor saya malah jarang dapat kesempatan berada di bar untuk menyajikan kopi,” ujarnya.
Predikat sebagai juara barista tak membuatnya berpuas diri. Ia butuh lebih banyak kesempatan untuk mengeksplorasi kopi. Menjauhkan Bontek dari meja bar seperti mematahkan tunas yang sedang giat bertumbuh. Bontek memilih resign.
Lantas, 2017, ia memperoleh tawaran bekerja sebagai barista di Gala Coffee di Jl. Bisma, Ubud. Sayangnya coffee shop itu tak cukup bertahan lama akibat pandemic Covid 19. Tak sampai dua tahun ia bekerja di sana.
Bontek kemudian berpindah ke Flock pada 2019, tempat kerjanya sekarang. Di sini ia seperti menemukan tempat kerja sekaligus ruang belajar yang menyenangkan.
Bertemu Mentor
Di Flock, Bontek beruntung bisa mendapat kesempatan berkenalan dengan master kopi Teguh Prasetyo Budi, yang dianggapnya sebagai mentor. Dia adalah juara di beberapa ajang kompetisi barista di tingkat nasional.
“Dia mengubah mindset saya soal kopi,” kenangnya.
Jika pada awalnya, Bontek selalu berusaha menghafal bagaimana membuat sajian kopi yang enak, kini ia tak lagi terbelenggu dengan aneka aturan rasio, temperature, dan gramasi kopi dalam setiap seduhannya. Tapi, Bontek lincah memainkan semua variable itu untuk memperoleh cita rasa kopi yang optimal.
“Penikmat kopi punya seleranya masing-masing. Sebagai barista, kita mesti bisa mengoptimalkan cita rasa kopi agar sesuai dengan setiap penikmat kopi yang memang tidak seragam. Itu seninya,” ungkapnya.
Ia memperoleh pencerahan semacam itu dari mentor yang dihormatinya, Teguh Prasetyo Budi.

Memperoleh bimbingan dari mentor hebat kian mengasah skills Bontek di dunia kopi. Ia tak melulu menguasai bagaimana membuat latte art yang bagus, tapi juga mampu mengenali karakter aneka biji kopi dan punya pemahaman yang lebih mendalam.
Sejak di Flock, Bontek semakin sering mengikuti kompetisi barista. Karena ia selalu ingin memvalidasi perkembangan skillsnya di bidang kopi. Dari setiap kompetisi yang ia ikuti, ia selalu berada di jajaran juara.
Kini ia sudah tak diperbolehkan mengikuti kompetisi barista di tingkat provinsi Bali, karena memang sudah terlalu sering menjadi juara.
“Sekarang saya hanya boleh menjadi juri kompetisi barista,” ujarnya.
Lingkungan Kerja yang Mendukung
Menjadi barista profesional butuh dukungan lingkungan kerja yang baik. Flock menjadi tempat ideal buatnya mengembangkan diri, karena tempat kerjanya ini memberikan keleluasaan untuk barista belajar dan bereksplorasi.
“Coffee shop mestinya mendukung baristanya untuk ikut kompetisi, setidaknya membayarkan biaya pendaftaran atau menyediakan bahan untuk belajar dalam persiapan mengikuti kompetisi,” ucapnya.
Mempersiapkan diri untuk mengikuti kompetisi barista setidaknya perlu menyiapkan persediaan biji kopi, susu, dan peralatan yang memadai. Tak banyak barista memperoleh fasilitas seperti itu.
Flock tak hanya memfasilitasi baristanya untuk mengikuti kompetisi. Namun, juga memberikan apresiasi dengan reward yang menambah kesejahteraan bagi barista yang terbukti mampu menjadi juara kompetisi.
“Kalau coffee shop di Ubud mau memfasilitasi para baristanya untuk mengikuti kompetisi, saya yakin kualitas barista di Ubud makin bagus,” tuturnya.
Selain tempat kerja yang sangat mendukung perkembangannya, Bontek juga tergabung dalam beberapa komunitas barista di Ubud. Komunitas ini yang juga menjadi lingkungan terbaik baginya menambah wawasan dan berjejaring dengan para pegiat kopi.
Setiap wawasan baru yang didapatnya, tak ubahnya anak tangga untuk mendekati cakrawala. Memperluas lapang pandangnya tentang kopi.
“Pengetahuan tentang kopi terus berkembang. Saya tidak mau hidup dalam goa yang cuma tau itu-itu saja. Saya selalu cari teman dan tempat belajar untuk hal-hal baru tentang kopi,” ujarnya.
Menguasai Aneka Peralatan Barista
Bontek memang tak mau setengah-setengah dalam mendalami bidang kopi yang digelutinya sekian lama. Tak hanya tahu bagaimana meracik kopi agar sesuai dengan selera pelanggan. Ia juga punya pengetahuan yang baik perihal mesin kopi dan aneka tools lainnya.
“Saya juga memodifikasi milk jug agar lebih presisi dalam membuat latte art,” ujarnya.
Banyak kenalan dan teman-teman baristanya yang meminta bantuannya untuk memodifikasi milk jug yang sesuai dengan kebiasaan mereka menggambar latte art.
Bontek setidaknya mesti mengenali gaya barista penggunanya. Ia butuh setidaknya dua video rekaman sang barista membuat latte art. Dengan begitu dia bisa menyesuaikan bagaimana mulut milk jug bisa dia bentuk sesuai style baristanya.
Ia mesti mencobanya berkali-kali agar hasil modifikasinya memang sesuai dengan kebutuhan pemesannya.
Menjadi Trainer Barista
Saat ini, Bontek juga sudah sering memberikan pelatihan barista. Ia juga sering menjadi tenaga pelatih pada Balai Latihan Kerja (BLK) Gianyar, Bali.
“Kalau dihitung semuanya mungkin sudah lebih dari 100 orang yang pernah saya latih,” ujarnya.
Ia senang bisa menjadi trainer buat para barista pemula maupun yang ingin meningkatkan skills lebih advance. Ia ingin barista-barista di Ubud semakin baik dan professional.

Bontek juga sudah mulai merintis usahanya sendiri menjalankan kedai kopi di kawasan Tampak Siring, Gianyar, Bali. Namanya Black Coffee. Kedai kopi yang menarget pasar lokal agar lebih mengenal cita rasa Kopi Bali.
Setelah kedai Black Coffee di kawasan Sebatu, Bontek masih menyimpan cita-cita membuat coffee shop yang lebih lengkap. Tak hanya fast bar yang menyajikan kopi espresso based, tapi juga tersedia satu area untuk slow bar coffee. Di sana kopi-kopi yang diseduh secara manual bisa memanjakan pelanggan dengan pilihan kopi yang lebih beragam.
Slow bar coffee lebih memungkinkan barista menjalin obrolan yang hangat dengan pelanggan. Bisa bicara tentang kopi dan banyak hal lainnya.
“Saya ingin coffee shop bisa jadi tempat ngumpul dan ngobrol yang asyik. Bertukar pikiran dan pengalaman,” ujarnya sembari menyapa seorang pelanggan yang baru saja menghampiri barnya.
Bontek selalu haus pada pengetahuan dan wawasan baru karen ia tak sudi hidup seperti di dalam goa. Ia ingin memanjat cakrawala dan melapangkan pandangan. Karena kopi bisa menjadi menara untuk menjangkau pandangan lebih jauh dan luas.
Pencapaian
Meraih Juara 1 Latteart Lukisan Coffee 2021
Juara 1 Latteart Elizabeth 2021
Terpilih sebagai Juara 1 Latteart Mataram 2022
Juara 1 Lomba Barista HUT Kota Gianyar 2022
Berhasil Juara 2 Barista Kopi Bali 2021
Juara 2 Barista Kopi Bali Kab Gianyar 2021
Juara 3 Latteart Rota Kopi Mataram 2021
Merebut Juara 3 Latteart STPprenuer Expo 2021
Sukses Juara 3 Latteart Ubud Food Festival 2023
Follow Social Media Bontek
Tiktok: @latteartvideo
YouTube: @latteartvideo4692