Made Srianing is a Balinese female coffee roaster in Ubud Bali - Perempuan Penyangrai Kopi. Photo: pourmorecoffee.com

Made Srianing, Perempuan Penyangrai Kopi Bali di Ubud

Wangi segar kopi membuai sebuah jalan kecil di Tebesaya, Ubud. Perempuan penyangrai kopi ini, baru saja membuka discard port mesin roastingnya. Biji-biji kopi hasil sangraian langsung meluncur deras disertai asap tipis menuju cooling bin. Disambut putaran mixing shovel yang meratakan proses pendinginan biji kopi yang sudah berwarna gelap.

Putaran kipas angin di bagian bawah cooling bin menyedot udara panas dan menyemburkannya lewat saluran pembuangan. Membawa serta kesegaran wangi kopi ,yang biasa disebut fragrance, dari “Bali Arabica” coffee roastery, ke segala penjuru entah sampai ke mana.

Made Srianing, seorang perempuan penyangrai kopi di Ubud, sedang beraksi. Ia tampak sedang asyik mengajak mesin roastingnya berdansa.

Memang, hanya dia yang benar-benar mengenali tabiat mesin penyangrai seberat 300 kg ini. Bahkan, suaminya yang lebih dulu mengajari cara menyangrai biji kopi, kini lebih sering bertanya cara mengendalikan mesin warna metalik itu.

Bali Arabica Coffee Roastery Tebesaya, Ubud - Photo: pourmorecoffee.com

Awalnya, lulusan S1 jurusan Sastra Jepang ini, hanya membantu mengurus pembukuan bisnis kopi suaminya. Ia sama sekali tak terpikir untuk ikut terjun langsung berkecimpung dengan green beans dan mesin roasting.

Suatu kali, sepulang dari perjalanan bisnis dari luar daerah, sang suami mengaku sempat bertemu seseorang yang punya kemampuan sebagai paranormal di sana. Saat membaca garis keberuntungan, sang paranormal menyebutkan kalau bisnis kopinya akan lebih lancar jika melibatkan istri.

“Mulai sekarang, belajar kopi ya,” bujuk suaminya, I Komang Sukarsana.

Keluarga ini memang masih kuat menjaga budaya Bali, termasuk mendengar petuah dari sosok pemimpin spiritual. Made Srianing langsung mengiyakan, meski dia tak punya kebiasaan meminum kopi.

“Awalnya saya melihat semua biji kopi kelihatan sama saja. Padahal suami saya sudah menunjukan perbedaan mana kopi Arabica, mana robusta,” ujarnya tergelak, mengingat saat ia masih sangat awam dengan kopi.

Namun, secara perlahan ia bisa membedakan jenis-jenis kopi. Made Srianing bahkan bisa dengan sangat lihai membedakan biji kopi dari jenisnya maupun proses pascapanennya.

“Sekarang cuma dari bau green beansnya saya sudah tau mana green beans yang diproses natural, washed, atau honey,” ujarnya.

Belajar menyangrai kopi pun, dilakukannya dengan banyak mendampingi sang suami saat meroasting pesanan dari banyak kedai kopi di Ubud. Suaminya menunjukkan fungsi-fungsi panel kontrol yang ada pada mesin roasting.

Pengalaman pertama praktik meroasting biji kopi karena dipaksa oleh keadaan. Ia mesti melakukan sendiri tanpa didampingi suami yang lebih ahli.

“Pertama kali, saya meroasting green beans kopi luwak,” tuturnya.

Jelas itu pengalaman paling mendebarkan buatnya. Ia terpaksa menyangrai biji kopi mahal itu karena ada pesanan mendadak dari salah satu pelanggannya. Sementara sang suami sedang di luar kota.

“Ini kalau sampai salah roasting, bisa rugi besar,” ujarnya terkekeh, mengingat ia terpaksa menggantikan peran suaminya untuk menyangrai kopi luwak.

Untungnya, kopi hasil roastingannya tak mendapat keluhan dari pelanggan. Sejak itu, Made Srianing punya kepercayaan diri untuk membantu suaminya meroasting kopi pesanan para pelanggannya.

Kini kopi hasil roastingan Made Srianing sudah sangat dikenali para pelanggannya. Pernah suatu ketika, tugas meroasting kopi dialihkan sementara ke salah satu stafnya. Begitu kopi diterima para pelanggan, mereka langsung protes karena hasil roastingnya berbeda.

“Mereka langsung tau kalau itu kopi saya yang roasting atau bukan,” ungkap Made Srianing.

Menyangrai kopi memang bukan sekadar mengenali teori dan pengoperasian aneka panel di mesin roasting. Tapi, butuh kemampuan mengenali karakter green beans, perilaku mesin, dan bagaimana melakukan penyesuaian mengikuti jalannya proses penyangraian.

“Dulu teknisi dari pabrik pembuat mesin roasting, yang kita pakai, datang kasih panduan agar dapat hasil roastingan yang optimal. Tapi ternyata hasilnya malah tidak bagus,” ujar Made Srianing.

Banyak pelanggan roastingnya yang mengeluh. Made Srianing mesti kembali ke metode roasting mengikuti gayanya sendiri yang lebih didorong oleh intuisi.

Perempuan penyangrai kopi di Ubud ini sebenarnya memang tidak berangkat dari wilayah penghasil kopi. Ia dilahirkan di daerah dekat area pantai Buleleng 38 tahun yang lalu. Tapi kini ia sangat mengenali kopi. Bagaimana karakter green beans dari masing-masing wilayah penghasil kopi di Bali, sudah dia kenali. Hingga bagaimana memaksimalkan cita rasa Kopi Bali, yang beragam itu, dengan mesin roastingnya.

Kini, di luar pesanan untuk dijual online, Made Srianing rutin menyuplai 10 kedai kopi di Ubud. Sehari rata-rata mesti menyangrai 80 kg green beans.

“Untung sekarang sudah pakai mesin besar. Kalau pakai mesin yang kecil seperti yang dulu, maksimal sehari cuma mampu 30 kg,” katanya sembari tetap mengawasi mesin roasting bekerja.

Tuas penutup discard port sudah diturunkan, artinya drum roasting sudah siap menerima guyuran green beans berikutnya. Batch roasting berikutnya sudah dimulai. 

Made Srianing kembali berdansa dengan mesin besar yang sudah sangat diakrabinya. Keduanya seperti sudah saling mengerti, bagaimana mesti berputar, kapan mesti melambat, dan kapan mesti meniupkan udara panas keluar dari drum roasting.

Begitu terdengar suara crack pertama dari arah drum roasting, Made Srianing langsung paham, apa yang mesti dilakukan pada mesinnya. Komunikasi keduanya sudah dalam bahasa yang sama. Hasil roastingan kolaborasi Made Srianing dan mesinnya memang sudah banyak disuka, terutama para pelanggan banyak kedai kopi di Ubud.

Dari jalan kecil itu, wangi fragrance kopi tetap melanjutkan perjalanannya ke segala penjuru Ubud.

Follow Instagram Made Srianing @nima_de_sri

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses