Wana Prastha Curtina is checking green coffee cherrys. Photo: Pourmorecoffee.com

Wana Prastha Curtina Membidik Kompetisi Kopi

Pernah main ke kebun kopi? Ketika bunga kopi sedang bermekaran? Semerbak harumnya seperti bunga melati yang mengalun lembut menenteramkan jiwa. Mari menikmati suasana kebun kopi bersama Wana Prastha Curtina.

Pagi-pagi Sang Putu Wana Prastha, biasa dipanggil Wana Prastha Curtina, sedang memeriksa kebun kopi di belakang rumah. Lahan seluas 1 hektar itu ditanami jeruk diselingi tanaman kopi.

Buah-buah jeruk ranum menggelayut bergerombol, masih hijau, belum waktunya dipanen. Sementara pohon kopi sedang dihiasi bunga-bunga berwarna putih, menebar harum melati di hamparan kebun.

“Tahun ini kopi beberapa kali berbunga. Tidak seperti tahun lalu, belum sempat jadi buah keburu kena hujan,” tutur Wana sembari memeriksa bunga-bunga kopi yang meriasi ranting-rantingnya.

Tapi ia tak yakin, seringnya kopi berbunga akan menghasilkan panen yang besar tahun ini. Berbeda dengan dua tahun sebelumnya, jumlah panen kopi turun karena bunga rontok oleh hujan yang berkepanjangan. Tapi, meski 2023 ini musim kemarau cukup panjang, bunga kopi agak malas menjadi buah karena tak cukup hujan untuk membantu penyerbukan.

“Mungkin tidak ada panen raya tahun ini. Sepertinya panen maju ke bulan Februari tapi akan belangsung agak panjang hingga Agustus. Panen akan sedikit-sedikit,” katanya mengungkapkan dugaannya.

Setelah memeriksa tanaman kopi, Wana bergeser ke green house, ruang pengeringan cherry kopi. Butiran cherry tampak terhampar di atas ram jaring bertingkat dalam 3 baris panjang. Ruangan itu diselimuti plastik putih agak transparan untuk memerangkap panas matahari.

Ia membolak-balik dengan telapak tangannya untuk memeriksa seberapa kering buah-buah kopi yang diproses natural itu. Wana memungut sebutir dan memasukkan ke dalam mulutnya. Tanpa ragu dia mengunyah buah cherry kering itu dengan suara gemeletuk renyah.

Wana Prasta Curtina is checking drying cherrys in the green house. Photo: Pourmorecoffee.com

Wana, pemuda kelahiran 11 Desember 2002 di Desa Gunungbau, Kintamani, memang sehari-hari berkutat dengan kopi. Ayahnya, Sang Kompiyang, adalah pengolah kopi Arabica sejak 2011. Tak heran jika Wana sudah sangat mengenali tanaman kopi dan seluk-beluk pengolahannya.

Lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) 2019, Wana memilih tidak melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Ia ingin lebih mendalami dunia kopi dengan cara terjun langsung dan belajar ke para praktisi kopi.

Pak Eko Purnomowidi, rekanan sang ayah, adalah seorang master kopi pendiri Koperasi Klasik Beans dari Bandung, Jawa Barat. Wana, rencananya, bisa belajar dan praktik langsung di tempat pak Eko.

Namun, pandemic covid-19 membuyarkan rencana itu. Wana tak bisa berangkat ke Bandung. 

Meski begitu ia tak mau diam. Ketika situasi memungkinkan, Wana memutuskan belajar menjadi barista di sebuah tempat pelatihan di Denpasar, Bali. Yang penting dia bisa menambah wawasan baru, tak hanya tentang kebun kopi.

Belajar di Denpasar 2 bulan, ia direkrut salah satu pengajarnya, yang kebetulan adalah manager sebuah coffee shop di Ubud, untuk menjadi barista di sana. Kira-kira setahun bekerja, ia mesti pamit keluar dari tempat kerjanya, kembali ke desa karena mesti membantu pengolahan kopi bapaknya.

Di musim panen raya, mereka akan sangat sibuk menerima kiriman cherry kopi dari para petani. Setidaknya ada 400 petani yang setiap panen menjual cherry kopinya. Kalau ditotal sepanjang musim panen bisa mencapai 600 ton cherry kopi yang mesti diolah. “Dalam setahun, 3 bulan waktu panen, total bisa produksi 100 ton green beans,” ujar Wana menggambarkan betapa sibuk pengolahan kopi milik bapaknya.

Wana Prasta Curtina in the green house among drying coffee cherrys. Photo: Pourmorecoffee.com

Matahari mulai meninggi. Hawa dalam green house makin gerah. Wana mengajak pindah ke ruang roastery yang berada di bangunan persis di samping ruang pengeringan itu.

“Yuk, kita ngobrol sambil ngopi!” ajaknya.

Sebuah mesin roasting menempati sudut ruangan. Meja kecil ada di sudut lainnya. Di meja itu Wana membuat seduhan v60. Ia menggunakan biji kopi yang dia proses memakai metode Mosto Washed dengan fermentasi anaerobic. Salah satu proses kopi yang ia peroleh dari pergaulannya dengan para penggemar kopi.

“Mosto washed ini tujuannya untuk membuat flavor kopi lebih kompleks dan intens. Tidak seperti full washed yang lebih sederhana,” jelasnya. Wana tampak cekatan menyeduh kopi. Pengalamannya bekerja sebagai barista masih melekat di memori motoriknya. Kami menikmati kopi seduhannya yang segar dan nikmat itu sembari melanjutkan obrolan.

Curtina roasting room. Photo: Pourmorecoffee.com

Sebagaimana anak-anak muda seusianya, Wana Prastha Curtina adalah generasi digital native. Sesuai passionnya, ia banyak menemukan teman dan komunitas kopi melalui media sosial.

“Saya banyak berteman dengan coffee lovers dari Bandung. Mereka suka berbagi pengetahuan yang seperti tak pernah ada habisnya,” ujar Wana.

Pergaulan dunia maya ini makin memperlebar cakrawala pandang Wana pada dunia kopi.

Selepas panen raya, Wana kembali bekerja di coffee shop Ubud. Bekerja sebagai barista membuatnya bertemu dengan banyak orang. Wana melihat kopi tak ubahnya penghubung untuk mempersatukan orang dari berbagai latar belakang.

Ia mulai rajin melakukan eksperimen pengolahan kopi, dari proses penanganan pascapanen, pengeringan, fermentasi, dan roasting. Ia belajar roasting biji kopi sendiri berbekal diskusi dengan rekan-rekan komunitas onlinenya.

Ia memposting hasil eksperimennya di media sosial instagram. Tak segan-segan ia membagi green beans hasil uji cobanya ke beberapa roaster yang berminat. Tak banyak,  satu atau dua kilogram saja. Wana senang sekali memperoleh feedback dari mereka.

Respon dari para roaster ini ditindaklanjuti dengan uji coba baru untuk menyempurnakan hasilnya. Tidak sia-sia, ada kemajuan yang sangat berarti. Tentu saja ini semakin memacu semangatnya.

Namun, jalan tak selalu mulus. Selepas kesibukan periode panen raya, ia kembali bekerja di coffee shop Ubud. Namun, baru sehari mulai bekerja Wana terpaksa mesti berhenti lagi karena mengalami kecelakaan.

Kemalangan terkadang memang tak bisa dihindari. Sepulang kerja, ia berlatih mengoperasikan mesin roasting. Mungkin memang masih letih, ia tak terlalu bisa menjaga konsentrasi. Kobaran api dari tungku pemanas menyambar wajahnya. Luka bakar membuat seluruh wajah menghitam.

“Saya diobati dengan salep. Sebulan tidak boleh kena matahari, supaya nantinya wajah saya tidak belang,” Wana mengingat peristiwa kecelakaan itu.

Tapi, itu tidak membuatnya berhenti mencintai kopi. Setelah sebulan beristirahat menjalani penyembuhan, Wana Prastha bekerja lagi sebagai barista di sebuah café di kawasan Penelokan, Kintamani.

Tak terlalu lama, kira-kira 4 bulan di sana, ia mesti kembali lagi ke pengolahan kopi bapaknya karena musim panen kopi sudah tiba.

Sejak itu ia memutuskan tak lagi bekerja sebagai barista, tapi memilih focus di pengolahan kopi khusus specialty.

“Saya terinspirasi dari kopi Geisha, Panama, yang harga perkilonya bisa sampai Rp 150 juta. Itu karena kualitasnya dijaga. Saya yakin, petani Bali kalau diedukasi dengan baik, pasti bisa,” ujarnya tanpa ragu.

Ia ingin menunjukkan kepada petani kopi Bali, kalau kopi mereka bisa bernilai sangat tinggi jika dirawat dengan benar. Tapi ia menyadari ini akan tidak mudah.

Wana punya strategi untuk membuat produk kopi Bali specialty. Caranya, setiap ada petani yang kirim cherry ke pengolahan kopi bapaknya ia langsung cek kandungan kadar gulanya menggunakan refractometer. Jika ketemu cherry yang punya kadar gula tinggi, dia langsung tandai.

“Saya langsung datangi petaninya dan memberitahu mereka kalau cherry mereka saya pilih untuk specialty coffee, karena kualitasnya bagus. Saya beli dengan harga Rp 3000 lebih mahal dari harga yang pasaran,” tuturnya.

Artinya, untuk cherry kopi pilihannya, ia berani membeli lebih mahal dari harga jual petani ke bapaknya. Karena pak Kompiyang memang mengolah kopi quantity besar untuk kebutuhan komersial.

Usahanya berhasil. Ada tiga petani pilihan dari Desa Awan, yang berbatasan dengan Desa Gunungbau di sisi utara. Rupanya cara Wana didengar oleh bendesa atau kepala adat di sana. Bendesa segera berinisiatif untuk membuat pembibitan varietas kopi dari petani yang menjadi pilihan Wana. Lantas membagikannya kepada para petani.

“Saya senang melihat bendesa adat Desa Awan merespon positif. Artinya ada dukungan untuk petani meningkatkan kualitas hasil pertanian kopinya,” tutur Wana dengan raut muka berseri.

Pada 2021, Wana dengan penuh kepercayaan diri menamai pengolahan kopi khusus specialty yang dirintisnya: Curtina. Ia mengambil nama itu dari bahasa sansekerta yang artinya berkumpul. Karena saat bekerja di coffee shop ia menyaksikan orang dari berbagai latar belakang bisa menyatu karena kopi. Begitu halnya dengan kopi specialtynya, dia kumpulkan cherry kopi dari para petani.

Suatu hari ada perusahaan kopi ternama yang ingin menguji green beans produksi Wana Prastha Curtina. Hasilnya sungguh membuat Wana gembira. Skor cuppingnya 88,25 artinya masuk kategori Excellent Specialty. Ini makin meneguhkan Wana untuk terus mendalami pengolahan coffee specialty.

“Kopi Bali akan makin dikenal di dunia kopi. Cara mudahnya dengan sering ikut kompetisi. Saya yakin, kopi Bali punya kualitas yang excellent jika petaninya punya pengetahuan,” tandasnya.

Saat ini, Wana sudah bekerjasama dengan 5 petani kopi yang sudah punya pengetahuan untuk menghasilkan kopi specialty. Dari kelimanya, Wana bisa menghasilkan 3 ton green beans specialty.

Wana Prastha Curtina terus bersiap untuk mengikuti kompetisi kopi. Ia sedang membidik kompetisi Cup of Excellent  (COE) tahun 2024 nanti. Ia berharap, dari kompetisi COE ini green beans olahannya bisa masuk peringkat yang bagus, dan ikut dilelang dengan harga tinggi.

Selain agar kopi Bali akan makin dikenal, para petani kopi di Kintamani bisa semakin yakin dan bersemangat untuk mempraktikan pola berkebun kopi yang baik dan panen yang benar. Mulai dari 5 orang petani, akan tesus bertambah. Karena berkebun kopi bisa memberikan hasil yang sangat menjanjikan. Alam semesta selalu punya cara untuk mendukung inisiatif yang baik.

Follow Wana Prastha Curtina di Instagram @curtinacoffee

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses